Hidup berubah seperti roller coaster ketika anda menjadi orangtua. Mengasuh
atau parenting adalah salah satu pekerjaan yang paling mulia, tetapi juga paling
sulit di seantero planet. Setiap orangtua pasti ingin yang terbaik bagi anak-
anaknya. Kita juga melakukan apapun semampunya, agar mereka bisa tumbuh
dan berkembang menjadi anak-anak hebat. Tak sedikit orangtua yang berusaha
keras agar bisa menjadi orangtua yang sempurna. Namun, ternyata hal ini justru
menjadi boomerang. Tidak hanya mustahil, tetapi juga dapat memicu masalah
tak terduga.
Sebagai manusia, orangtua tentu tak luput dari ketidaksempurnaan. Akan tetapi,
dengan memahami dan menerima emosi manusiawi tersebut, kita dan anak-
anak bisa menjadi lebih baik. Ketika anak-anak terluka, menangis, atau
bermasalah, banyak orangtua yang merasa bersalah dan gagal.
Meski terdengar klise, tapi itulah kenyataannya. Tak sedikit pasangan suami-istri
yang saling menyalahkan atau berpikir ketika anak sakit atau terluka, ini adalah
indikasi dari segala kekurangan dan kesalahan pengasuhan yang dilakukan.
Lalu, bagaimana anak-anak bisa menjadi lebih baik dengan pola asuh yang tidak
sempurna? Mari simak beberapa alasannya, berikut ini, Moms.
Orangtua Tidak Bisa Melindungi Anak Selamanya
Faktanya, sampai kapan orangtua akan menjaga dan melindungi anaknya?
Bukankah, keterampilan hidup itu perlu dilatih dan dikembangkan sejak dini?
Ketika anak belajar terjatuh dari sepeda atau terluka saat berlari, ini adalah
proses agar anak berani mengambil risiko.
Semakin anak mendapatkan kesempatan untuk mencoba, berani mengambil
risiko dan tantangan, semakin mudah ia mengatasi segala masalah kelak dalam
hidupnya.
Orangtua tidak bisa membantu dan melindungi anak dari segalanya. Anak akan
terluka, tergores, atau jika remaja kelak, mereka mungkin patah hati. Pada
gilirannya, hal ini akan melatih mereka untuk kuat menjalani kehidupan yang
sempurna meski penuh “luka” dan rintangan.
Pertimbangkan bahwa makna “sukses” sebagai orangtua bukan mencegah
anak-anak kita sakit atau terluka. Tetapi, justru menjadi orangtua yang
mendampingi, menghibur, mendukung dan mencintai, terkadang juga meminta
maaf.
Terkadang 20% Waktu Sudah Lumayan Bagus
Dalam buku karya Ellen Galinsky, “Mind in the Making”, ia menceritakan tentang
penelitian Edward Tronick dari University of Massachusetts Boston berkaitan
dengan pengaruh hubungan pada perkembangan anak.
Melalui pengamatan interaksi hubungan orangtua dan anak, dilaporkan bahwa
pentingnya daya tanggap atau koneksi yang berkualitas dan sinkron, ketimbang
hanya kuantitas waktu kebersamaan keluarga.
Faktanya, menurut Galinsky, punya waktu lebih banyak juga tidak berarti lebih
baik. Sebab, orangtua yang baik sekalipun hanya terhubung atau tersinkronisasi
sempurna dengan anaknya sekitar 20%-30% dari waktu yang mereka habiskan.
Proses ketidakcocokan dan perbaikan inilah yang justru penting dan menjadi
aspek sehat dari hubungan orangtua-anak. Orangtua yang menerapkan pola
asuh tidak sempurna, dapat memberi pengalaman kepada anak-anak tentang
rasa kepercayaan, dan saling mengerti.
Orangtua Bisa Menjadi Teladan
Sekarang atau nanti, orangtua pasti akan membuat kesalahan, baik kecil atau
besar. Namun, ketimbang hanya fokus pada kesalahan itu, cobalah meluangkan
waktu bersantai dan berpikir ke depan apa yang bisa dilakukan untuk
memperbaikinya.
Orangtua bisa menjadi teladan yang baik dengan menunjukkan seperti apa sih
menyelesaikan masalah itu? Kemudian, seperti apa sih permintaan maaf yang
tulus? Atau, seperti apa rasanya jika kita memiliki tempat untuk bersandar di
tengah keluarga.
Kita tidak bisa menjadi orangtua yang sempurna. Namun, mungkin anak-anak
justru akan menjadi lebih baik karenanya. Sometimes, it’s OK to make mistakes
and imperfect, Moms & Dads.